Jumat, 06 Juli 2012

Reramputan


PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Generasi sasak kini telah lebih banyak dalam kesehariannya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Memang dilihat dari makna “Persatuan dan Kesatuan Bangsa” sudah pasti kita acungkan jempol. Namun sebagai pengguna bahsa daerah yang perlu dilestarikan, disuatu sisipun kita pantas prihatin. Karena itu upaya pengajaran bahasa daerah dalam kurun waktu 1994 melalui kurikulum muatan lokal dewasa sewajarnya kita syukuri kehadirnnya.
 Peluang yang amat baik dalam kurun waktu 1994/1995 ini kita yang berlaku adalah kurikulum 1994 dari tingkat pendidikan Dasar hingga kependidikan Menengah, bahasa daerah itu dapat dikembangkan sebagai materi “Muatan Lokal”. Salah satu pendorong, adalah isyarat garis-garis Besar  Haluan Negara (GBHN) yang merupakan acuan pengembangan bahasa daerah.
Salah satu dampak yang paling positif nyata dalam ini adalah terjawabnya kekhawatiran para ahli bahasa daerah, Ahli Sastra Daerah, para pemerhati budaya daerah maupun para peneliti budaya daerah tentang punahnya bahasa dan sastra daerah.

B.     Tujuan
Tujuan penulisan buku ini adalah :
  1. Membagi pengalaman sekaligus bantuan kepada para guru pengajar “Muatan Lokal”
  2. Buku ini disusun dalam pola yang sangat sederhana hingga dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para pengajar sesuai dengan dialek maupun intonasi bahasa sasak setempat.
  3. Buku ini tidak memilah-milah bahasa sasak karena bahasa sasak tersebut memang satu.
C.    Materi
Materi tulisan ini bersifat “Reramputan” yang dalam istilah bahasa sasak berkonotasi “Campuran” atau diterjemahkan ”Bunga Rampai” dalam arti kiasan. Disebut bunga rampai karena mencakup berbagai aspek kebahasaan, jika ditinjau dari sudut ilmu bahasa.
Bentuk reramputan inipun tetap dipakai dalam pola penggunaan bahasa dilihat dari strata bahasa sasak yang ada. Perkembangan ini digunakan karena penutur bahasa sasak masih tetep mengembangkan tiga strata bahasa yakni bahasa utama (utama bahasa halus/bahasa ningrat), bahasa madya (menengah) dan bahasa biasa.
Yang penting disadari, bahwa hajat pengembangan bahasa daerah satu diantaranya adalah untuk memperkaya nuansa bahasa persatuan bangsa yakni bahasa Indonesia.

PERAMPUTAN SOPOQ
WARAN

Waran dalam sastra Indonesia disebut “dongeng”. Dalam sastra Indonesia lama, dongeng merupakan bentuk prosa lama yang tertua. Jika kita beranjak dari penggolongan karya sastra sasak menurut isinya yakni prosa dan puisi maka kemungkinan besar waran adalah juga bentuk prosa yang tertua.
Dalam sejarah perkembangannya, waran yang sudah berkembang (dikuasai orang banyak) diceritakan untuk menjadi konsumsi anak-anak. Para penutur umumnya disebut “tukang waran”. Ada pula yang menyebutkan “bujangga atau pujangga”. Dalam sastra lisan Indonesia ada yang menamakan “Paidang”. Fungsinya waran dilombok adalah sebagai sarana pendidikan bagi anak-anak karena tukang waran atau bujangga tari biasanya adalah orang-orang tua atau orang yang telah dewasa.
Waran yang berhubungan dengan pendidikan budi pekerti banyak dikaitkan dengan hal-hal yang menyangkut adat istiadat, karenanya banyak mengandung nilai-nilai tradisional. Hal ini sejalan dengan satu sifat masyarakt yang cukup kuat berpegang terhadap adat-istiadatnya.
Salah satu cara menyampaikan waran yakni dengan menggunakan gaya bahasa pelambang (simbolisme) melalui pelaku-pelaku atau tokoh-tokoh dalam cerita/dongeng tersebut.
Beberapa jenis dongeng (waran) yang bekembang dalam masyarakat sasak antara lain :
1.      Dongeng yang berhubungan dengan kejadian alam (Mithe)
Waran tentang hal-hal ini yang berhubungan dengan kejadian alam ini banyak di kenal masyarakat. Misalnya saja waran tentang terjadinya “lindur” (gempa bumi).


2.       Waran yang berhubungan dengan kepercayaan (Legenda)
Dalam masyarakat sasakpun kita jumpai banyak sekali waran berbentuk legenda. Misalanya legenda tentang “Pertapaan Menak Jingga Di Puncak Gunung Rinjani, Pertapaan Damarwulan Di Puncak Rinjani Pula.

3.      Waran yang berhubungan dengan sejarah (Sage)
Sage merupakan dongeng yang berhubungan dengan sejarah. Sejarah yang dimaksudkan dalam hal ini adala sejarah yang pernah berkembang disuatu tempat namun di dalamnya terdapat cerita-cerita berkembang yang dikait-kaitkan dengan peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah tersebut.
Didaerah Lombok Selatan, pernah berkembang sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Bara Cojot. Sejarah ini melahirkan satu dongeng tentang sebuah Gili yakni Gili Mas namanya.

RERAMPUTAN KEDUA
DIALEK DALAM BAHASA SASAK

1.      Beberapa macam dialek bahasa sasak
  1. Dialek Selaparang, yang banyak terpakai di wilayah Lombok Barat dan Lombok Timur.
  2. Dialek Pejanggik, yang banyak dipergunakan di Lombok Tengah dan Lombok Timur bagian Selatan.
  3. Dialek Pujut, yang banyak digunakan di wilayah Lombok Tengah bagian Selatan, serta beberapa tempat di Lombok Timur.
  4. Dialek Patung Bayan, yang banyak terpakai di wilayah Lombok Barat bagaian Utara dan Lombok Timur bagian Utara juga.
Untuk jelasnya dapat kita perhatikan beberapa contoh kosa-kata dari masing-masing dialek yang dimaksud seperti dituangkan dalam tabel berikut :
No
Kosa/Kata
Selaparang
Pejanggik
Pujut
Petung Bayan
Artinya
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Ngeno
Ngene
Tuak/bapa
Arak
Apa
Arak apa
dll.
Meno
Meni
Tuak/bapa/bajang
Arak
Apa
Arak apa
dll.
Meriku
Meriak
Owak
Arak
Apa
Apa arak
dll.
Nono
Nene
Mak
Arak
Apa
Arak apa
dl.
Begitu
Begini
Paman
Ada
Apa
Ada apa
dll.

      Dari tabel kosa kata yang diketengahkan diatas dapat kita amati kosa kata dari berbagai yang ada, sesungguhnya terdapat perbedaan yang sangat kecil, dan rata-rata dapat dipandang sebagai perbedaan dalam pengucapan sehari –hari saja. Karena itu dari manapun asalnya penutur bahasa sasak itu datang bilamana mereka berkomunikasi dengan memakai dialeknya sendiri-sendiri, tidak akan kita jumpai adanya orang sasak yang tidak mengerti pembicaraan orang sasak lainnya yang disebabkan dialek tersebut.

RERAMPUTAN KETELU

A.    SINTAKSI BAHASA SASAK
Sintaksi yang akan kita bicarakan dalam bahasa sasak bukanlah hal-hal yang berhubungan dengan pengertian atau definisi, seperti misalnya “ kalimat … ialah …”, “kata ialah …” atau “ frase ialah … dan sejenis dengan itu.
1.      Kalimat
Semua orang tahu kalimat itu sebagai kesatuan bahasa yang terkecil yang tak dapat di pecah lagi.
-          Sampun tiang nunas (sudah saya makan)
-          Tiang sampun nunas (saya sudah makan)
-          Nunas tiang sampun (makan saya sudah)
-          Uwah aku mangan (sudah saya makan)
-          Aku wah mangan (saya sudah makan)
-          Mangan aku wah (makan saya sudah)
-          Saweq aku m-ngan (sudah saya makan)
-          Aku saweq m-ngan (saya sudah makan)
-          M-ngan aku saweq (makan saya sudah)
Menyimak kalimat dari segi struktural maka kita dihadapkan pada bentuk ekspresi (yang berupa deretan bunyi ”dan“ makna yang tekandung dalam kalimat itu). Kalimat bahasa sasak, tidak dapat ditinjau dari segi makna saja tetapi yang tidak kalah pentingnya ekspresi itu. Lebih-lebih jika kita berpandangan bahwa struktur merupakan hubungan yang relatif tetap antara unsur pembentuk konstruksi kalimat, maka unsur-unsur yang harus ada dalam kalimat bahasa sasak adalah :
a.       Pikiran lengakap yang ada di dalamnya
b.      Susunan kata yang menjadi bentuk ekspresi
c.       Diam (yang mendahului kalimat), jeda (ditengah kalimat), berhenti (diakhir kalimat).
d.      Intonasi dan susunan kata yang menyatakan kelengkapan kalimat.
Jika anda perhatikan contoh kalimat diatas yang berarti “saya sudah makan” (dalam berbagai dialek) maka yang terbayang pada anda bahwa yang makan adalah “saya”, bukan “orang lain”.
Ini berarti yang benar adalah :
-          Tiang/sampun nunas (dialek pejanggik, pujut)
-          Aku/uwang mangan (dialek selaparang)
-          Aku/saweq m-ngan (dialek petung bayan)

2.      Kata
Seperti halnya kalimat, kata sebagai kesatuan bahasa terkecil yang melambangkan satu pengertian, terdiri dari 2 unsur, yakni bentuk kata (yang menjadi lambang pengertian) maka kata (perngertian yang dilambangkan kata itu).
Bentuk kata, merupakan unsur pengertian, penetapan lambangnya dilakukan oleh masyarakat pemakai bahasa itu, orang sasak melambangkan air yang mengelilingi pulau Lombok ini “segara”, orang Indonesia melambangkannya “laut”, orang Inggris melambangkannya “sea” dan lain-lain. Padahal segara, laut, sea itu bentuknya sama. Perbedan terjadi hanya karena penetapan oleh pemakai bahasa itu sendiri.
Lain halnya dengan makna kata sebagai pengertian-pengertian berhubungan dengan pikiran. Makna kalimat tidak tergantung dari banyak sedikitnya kata. Bandingkan contoh 1 dan 2 berikut ini:
1.      -     Iya nangis
-          Inaq baruqna uleq
-          Kadang-waris bueq pesilaqna
-          Papuq gen lalo ojok mekah taun mudi.
2.      -     Araq sepulu lueqna, anuq
-          Eleq julun rubin, tiang
-          Kamu uwah bait barang, saq
-          Anta perlu berajah pacu-pacu, sengaq anta.
3.      Frase dalam Bahsa Sasak
Frase, disebut pula kelompok membentuk kalimat, memang dengan sejumlah kata-kata. Tetapi yang secara langsung menjadikan suatu kalimat bukan kata demi kata melainkan kata dalam bentuk kelompok. Kita ikuti contoh berikut:
“ loq Srinata gen lalo ojok peken”.
Kalimat ini terdiri dari enam kata tetapi berbentuk dari dua kelompok kata yakni “lok Srinata” dan “gen lalo ojok peken”
IC kalimat basa sasak. IC (Immediate Constituent) diterjemahkan unsur-unsur langsung pembentuk konstruksi. Dalam satu kalimat, IC terdapat dalam Frase (kelompok kata) dan mungkin pula tidak. Perhatikan contoh kalimat berikut:


 







B.     Morfolosi dalam Basa Sasak
Morfologi yang kita maksud di sini adalah telah secara struktural terhadap morfem-morfem beserta penyusunannya dalam rangka pembentukan kata yang banyak terpakai dalam basa sasak.
Dalam uraian ini menyangkut morfem segmental yang terbagi atas morfem bebas dan morfem terikat yang banyak terpakai dalam basa sasak.


  1. Morfem bebas dalam basa sasak
Banyak contoh morfem bebas dalam penggunaan basa sasak. Kita sebut morfem bebas karena dapat dipakai berdiri-sendiri dan dapat diucapkan tersendiri walaupun tidak diletakkan dalam hubungan kalimat.
Misalnya :
a.       Satu suku kata             :           Saq, to, leq, jak, yaq, gen, dll.
b.      Dua suku kata :           Bale, bareng, awis, dll.
c.       Tiga suku kata :           beriuk, jendela, jejuluk, beruni, dll.
  1. Morfem terikat dalam basa sasak
Morfem yang tidak berdiri sendiri, baru mengandung makna setelah diletakkan dalam hubungan kalimat atau dipadukan dengan morfem lain atau bentuk lain. Morfem ini dapat mendukung kalimat bila diikat oleh morfem lain. Morfem terikat ada yang terikat secara morfologis dan ada yang terikat secara sintaksis. Dalam uraian ini dapat dikemukakan karena keterbatasan waktu adalah morfem terikat secara morfologis dan bila menghususkan pada afiksasi (imbuhan). Ada 3 jenis afiks yakni :
a.       Prefiks (awalan)
b.      Infiks (sisipan)
c.       Sufiks (akhiran)

A.    Prefiks (awalan)
Awalan adalah morfem yang terletak didepan kata yang mengikatnya, misalnya /be-/dalam kata begawe, berterus, beruni, bedait, bekance, dll.
Dalam basa sasak, terdapat beberapa prefiks produtif antara lain :
Prefiks
Morfem Terikat
/ be - /
Begawe, bekedek, bedait, beruni, berujuk, dll.
/ ber - /
Beruni, berobah, berongkos, beradat, dll.
/ pe - /
Pemaling, penyopet, perampok, pengenem, dll.
/ peng - /
Pengkedek, pengawis, pengore, pengurus, dll.
/ me - /
Memaling, menaek, meliwat, menyusah, dll.
/ nge - /
Ngeraos, ngengakoq, ngengais, ngelokeq, dll.

B.     Infiks (sisipan)
Beberapa infiks (sisipan) yang produktif dalam basa sasak, antara lain:
Infiks
Morfem Terikat
/ - er - /
Geruduh, geruduk, geramus, gerangtang, dll.
/ - el - /
Gelompong, belunjur, belosor, selubung, dll.
/ - eg - /
Gegitaq, gegoloq, dll.
/ - em - /
Pemaling, pemujiq, pemaliq, gemugut, kemuning, dll.



C.     Sufiks (akhiran)
Beberapa akhiran produktif dalam basa sasak, antara lain :
Sufiks
Morfem Terikat
/ - an /
Bunian, oleqan, piyaan, gitagan, baitan, dll.
/ - ang /
Gune-ang, kadu-ang, gulah-ang, kodeq-ang, dll.
/ - n /
Bleq-n, yaq-n, jaq-n, naq-n, dll.
/ - m /
Neg-m, yaq-m, mele-m, semel-m, dll.
/ - na /
Anuq-na, piyaq-na, serio-na, kedu-na, singgaq-na, dll.

D.    Simulfiks (kombinasi awalan dan akhiran)
Banyak morfem terikat yang terbentuk dari kombinasi antara prefiks dan sufiks atau kombinasi ketiganya. Simulfiks produktif dalam basa sasak antara lain :
Simulfiks
Morfem Terikat
/ be - an /
Be-gawe-an, be-sirik-an, be-jagur-an, be-lajak-an, dll.
/ pe – an /
Pe-rage-an, pe-kedek-an, pe-lumbar-an, pe-kedek-an, dll.
/ ke - an /
Ke-jari-an, ke-susah-an, ke-bagus-an, ke-kedek-an, dll.
/ te – an /
Te-talet-an, te-tangis-an, te-tagih-an, te-tugas-an, temanfaat-an, dll.
/ te – an /
Anuq-na, piyaq-na, serio-na, kedu-na, singgaq-na, dll.


PERAMPUTAN KEEMPAT

A.    Berekeng (berhitung)
  1. Angka Satuan
Yang paling banyak dikenal adalah menebutkan angka-angka satuan seperti :
1     =    sekeq (sopoq) (saq)
2     =    Dua
3     =    telu
4     =    empat
5     =    lima
6     =    enem
7     =    pituq
8     =    baluq
9     =    siwaq
10   =    sepulu

  1. Angka puluhan dalam bilangan sasak dicirikan dengan sebutan pulu atau dasa hingga kita kenal angka-angka berikut :
10   =    sepulu
20   =    Duepulu
30   =    telungdasa
40   =    petangdasa
50   =    limangdasa (seket)
60   =    enemdasa
70   =    pituqdasa
80   =    baluqdasa
90   =    siwaqpulu
100 =    satus

  1. Angka belasan dicirikan dengan sebutan “olas” misalnya :
11   =    solas
12   =    Due-olas
13   =    telu-olas
14   =    empat-olas
15   =    lima-olas
16   =    nem-olas
17   =    pituq-olas
18   =    baluq-olas
19   =    siwaq-olas



  1. Angka bilangan dua puluhan s/d duapuluh sembilan dengan sebutan likur, misalnya :
21   =    selikur
22   =    Duelikur
23   =    telulikur
24   =    empatlikur
25   =    limalikur
26   =    nemlikur
27   =    pituqlikur
28   =    baluqlikur
29   =    siwaqlikur

  1. Angka-angka 30, 40, 50 dan seterusnya sampai dengan 100 bila ditambahkan dengan bilangan satu sampai bilangan sembilang (1 – 9) sebetannya tinggal menambahkan bilangan yang dijumlah tersebut di belakangnya misalnya telung dasa sekeq – telung dasa siwaq (31 – 39).
  2. Angka ratusan diatas 100 mulai dari 200 dipakai sebutan bilangan khusus, seperti:
200 =    satak
300 =    telungatus
400 =    samas (empat ratus)
500 =    limangatus
600 =    telungatak (enemratus)
700 =    pitungatus
800 =    baluqratus atau domas
900 =    siwaq ratus.
      

  1. Beberapa bilangan yang memiliki sebutan tersendiri.
-          150 disebut karobelah
-          175 disebut lebak. Jika dijumlahkan dengan siu (1000 + 175) tidak di nyatakan dengan sebutan siu lebak tetapi harus dengan sebutan siu satus pitungdasa lima (siu satus pituq pulu lima).
-          1000 = siu (sekeq – iyu atau sopoq iyu)
-          2000 = dua iyu disebut pula duang tali.


B.     Kata Dasar dan Kata Berimbuhan
1)      Kata Dasar
Seperti dalam kata-kata bahasa Indonesia, kata-kata basa sasakpun ada yang berbentuk kata dasar dan adapula kata kejadian. Kata dasar merupakan kata yang dapat digunakan sebagai pembentuk kalimat tanpa disertai imbuhan.
Contoh :
-          Abot             =    enggan
-          Birak/biras    =    tergores
-          Culuk           =    suka, grang
-          Bangket        =    sawah
-          Lendang       =    lapangan
-          Kokoq          =    sungai
-          Perabot         =    peralatan

2)      Kata Berimbuhan
Dalam pelajaran bahasa Indonesia kata jadian disebut pula kata berimbuhan. Kata jadian atau kata berimbuhan dibentuk dari kata dasar dengan beberapa kaidah bentukan, misalnya: dengan afiksasi, dengan perulangan atau dengan bentuk kata majemuk.
-          Dengan afikasi                  :  ngantok  :  kengantokan
Gawe      :  begawean
-          Dengan perulangan           :  kira         :  kira-kira
Pira         :  pira-pira
-          Dengan bentuk majemuk  :  bina – kira
Solah – lenge (solah – enges)
Kata dasar yang disertai awalan (prefiks), sistem (infiks), sufiks (akhiran), konfiks (kombinasi dari keduanya) sudah disinggung dalam pembahasan terdahulu tentang morfologi basa sasak.
C.    SAQ dan SIQ Dalam Basa Sasak
1.      Dalam basa sasak terdapat satu konstruksi yang terdiri dari unsur saq atau siq. Unsur ini ditemukan dalam semua dialek yang ada, baik dialek Selaparang, Pejanggik, Pujut, maupun Petung Bayan. Saq atau siq biasanya diikuti oleh kata-kata atau frase tertentu.
2.      Fungsi Saq dan Siq
A.    Saq atau siq bergungsi sebagai kata depan (preposisi)
Contoh :
-          Dengan siq petena sino uwah lalo aning Ampenan (orang yang dicarinya itu sudah pergi ke Ampenan).
-          Pegawean siq meni seni paling endaq-k kanggoq (pekerjaan semacam inilah yang paling tidak kusukai).

B.     Berfungsi sebagai ganti orang, kata ganti penunjuk, kata ganti benda lainnya. Contoh :
-          Siq betangkong abang sino, semeton loq Bolang. (yang berbaju merah itu, saudaranya si Bolang).
-          Tebolaq siq ngalaq, anungku! (tutupan yang terbuka itu kepunyaanku).
-          Lamun anta gen mbeli radio, bagusan maraq anuna Amaq Ihsan siq bideng sino. (Jika kamu akan membeli radio, lebih baik seperti kepunyaan pak Ihsan yang hitam itu).

C.     Berfungsi sebagai kata benda.
Contoh :
-          Saq maraq n-ni wah muk-kanggoq (yang seperti inilah yang saya suka).
-          Legang siq kodeq sino tono! (tinggalkan saja yang kecil itu di sana).
D.    Berfungsi sebagai kata bilangan
Contoh :
-          Saq sopoq leq sesangkok, saq sopoq leq berugaq (yang satu diserami, yang satu di balai-balai).

E.     Berfungsi sebagai penyerta kata kerja.
Contoh :
-          Sesampun tiang ngantos bagaq ngoneq, beruqna dateng sopoq kanak siq mbuka-ang tiang lawang/jebak. (setelah cukup lama saya menungu barulah datang seorang anak membukakan pintu halaman.
F.      Berfungsi sebagai penyerta kata sifat
Contoh :
-          Lamun da mbau paoq, pilen siq toaq-toaq adeqna gelis masak teperenduh. (Bila anda memetik mangga, pilihlah yang tua-tua supaya cepat matang diasapi).

G.    Berfungsi untuk mempertegas maksud
Contoh :
-          Saq kenaq ntan begawean! (yang benar cara kerjanya)

RERAMPUTAN KELIMA

A.    Problema Basa Sasak
  1. Penyebaran Basa Sasak
Penyebaran dan standarisasi bahasa sasak memang tidak ada pada saat sekarang ini. Artinya tidak dilakukan secara khusus. Bahkan dalam awal uraian tulisan ini dikemukakan bahwa bahasa sasak diajarkan secara formal disekolah ketika zaman Belanda dan tidak lama pada zaman Jepang menjadi hilang di sekolah-sekolah sejak hilangnya Ki Hajar Dewantara dan Muh. Yamin yang menjadi dedengkot pendidikan dan kebudayaan Indonesia.
Peran pengarang atau penulis daerah Lombokpun hampir-hampir kosong. Kalaupun ada, terbatas pada penelitian-penelitian budaya sasak yang diproyekkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, sedang yang dipublikasi melalui media masa ataupun buku-buku khusus bahasa dan sastra sasak memang belum ada. Itu pula sebabnya bahasa sasak sementara ini tergolong sebagai bahasa yang statis.
Masuknya bahasa Indonesai sebagai ahasa pungut untuk memperkaya bahasa sasak, bukanlah berarti mengikis perbedaharaan bahasa sasak, namun justru untuk memperkaya, sepanjang dalam istilah bahasa sasak tersebut belum ada pada katanya.
Perlu dijelaskan bahwa mengapa suatu bangsa atau suku bangsa memungut unsur bahasa dari bahasa lain. Dijelaskan oleh seorang ahli bahasa yakni Hockett bahasa ada 2 penyebab :
1.      Adanya keperluan untuk memenuhi (need filling motive)
2.      Adanya keinginan berlagak prestise (beraksi-aksian = prestige motive)

  1. Interforensi Basa Sasak
Kalau kita telah sapai pada keterpengaruhan suatu bahasa oleh bahasa lain. Berarti kita telah measuki pengertian intorforensi bahasa. Interferensi (Inggris : interference = pelanggaran atau percampuran) yang dimaksudkan di sini adalah pencampuran ataupun pelanggaran penggunaan bahasa/kaidah bahasa.
Ada beberapa macam interferensi dalam bahasa sasak yakni :
1.      Inteferensi aktif, yakni kebiasaan – kebiasaan yang ada pada bahasa daerah terpindahkan kedalam bahasa Indonesia. Misalnya dalam kalimat :
-          Maeh saya minta sedikit cat-cairnya. Saya lupa membawa!
-          Bagaimana mungkin saya gaweq, orang saya sedang repot!
-          Lasingan kamu tidak mau sabar, Pantesan jadi runyam semua!

2.      Interferensi pasif, yakni tidak digunakan bentuk/pola bahasa Indonesia karena bentuk/pola itu tidak terdapat di dalam bahasa daerah.
Contoh :
-          Jangan ngomong besar kalau belum ada buktinya!
(Dendeq sombong, lamun ndeq man araq bukti).
-          Nanti sudah, saya masih bekerja!
(Laun uwah, aku masih begawean) seharusnya bukan nanti sudah tetapi nanti saja).

3.      Interferensi variasional ; yakni masuknya beberapa variasi bahasa daerah (sasak) ke dalam bahasa Indonesia bila penutur bahasa sasak itu memakai bahasa Indonesia. Misalnya :
-          Dalam tata ucapan   :  -     Pengantin – penganten (penganten)
-          Akan – mau/hendak (mele/kayun)
-          Samakan – samaken (padeang)
-          Kedudukan – kedudu’an (keduduqan)
-          Bentuk kata              :  -     Prakarsa – inisiatif (Inisiatif)
-          Allah Ta’ala – Allah Taqala
-          Zikir – jikir (sikir)
-          Rumah teman – rumahnya teman.
-          Kata kalimat             :  -     A   : Mengapa kamu biarkan rusak?
B   : Biarin! (adeqan iye!)

4.      Alih kode (penggantian kode)
Istilah alih kode dalam ilmu bahasa adalah perubahan tutur dari satu bahasa ke bahasa lain (Indonesia – Daerah atau Daerah – Indonesia atau juga Daerah – Daerah).
Contoh :
-          Leman oneq sida tantih (te-antih) isiq amaq kaka, laguq mungkin parana side ndeq gen dateng. Pulanglah dia! Kayaknya dia tidak akan datang lagi. Kalau memang terlalu perlu biar tiang saja yang jemput?
-          Oh ya! Aoq aneh, tutut-ang ite semendaq, perlu sekali masalah yang akan dibicarakan!
-          Ng-geh! Mangkin niki beterus tiang gen lekaq!

2 komentar:

Anonim mengatakan...

salam, saya ingin minta bantuan..bagaimana ingin menyatakan : dia hamil dua bulan , dalam bahasa sasak? terimakasih

Unknown mengatakan...

Nie betian due bulan