PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Generasi sasak kini telah lebih
banyak dalam kesehariannya menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar. Memang dilihat dari makna “Persatuan dan Kesatuan Bangsa” sudah
pasti kita acungkan jempol. Namun sebagai pengguna bahsa daerah yang perlu
dilestarikan, disuatu sisipun kita pantas prihatin. Karena itu upaya pengajaran
bahasa daerah dalam kurun waktu 1994 melalui kurikulum muatan lokal dewasa
sewajarnya kita syukuri kehadirnnya.
Peluang yang amat baik dalam kurun waktu 1994/1995
ini kita yang berlaku adalah kurikulum 1994 dari tingkat pendidikan Dasar
hingga kependidikan Menengah, bahasa daerah itu dapat dikembangkan sebagai
materi “Muatan Lokal”. Salah satu pendorong, adalah isyarat garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) yang
merupakan acuan pengembangan bahasa daerah.
Salah satu dampak yang paling positif
nyata dalam ini adalah terjawabnya kekhawatiran para ahli bahasa daerah, Ahli
Sastra Daerah, para pemerhati budaya daerah maupun para peneliti budaya daerah
tentang punahnya bahasa dan sastra daerah.
B. Tujuan
Tujuan penulisan buku ini adalah :
- Membagi pengalaman sekaligus bantuan kepada para guru pengajar “Muatan Lokal”
- Buku ini disusun dalam pola yang sangat sederhana hingga dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para pengajar sesuai dengan dialek maupun intonasi bahasa sasak setempat.
- Buku ini tidak memilah-milah bahasa sasak karena bahasa sasak tersebut memang satu.
C. Materi
Materi tulisan ini bersifat
“Reramputan” yang dalam istilah bahasa sasak berkonotasi “Campuran” atau
diterjemahkan ”Bunga Rampai” dalam arti kiasan. Disebut bunga rampai karena
mencakup berbagai aspek kebahasaan, jika ditinjau dari sudut ilmu bahasa.
Bentuk reramputan inipun tetap
dipakai dalam pola penggunaan bahasa dilihat dari strata bahasa sasak yang ada.
Perkembangan ini digunakan karena penutur bahasa sasak masih tetep
mengembangkan tiga strata bahasa yakni bahasa utama (utama bahasa halus/bahasa
ningrat), bahasa madya (menengah) dan bahasa biasa.
Yang penting disadari, bahwa hajat
pengembangan bahasa daerah satu diantaranya adalah untuk memperkaya nuansa
bahasa persatuan bangsa yakni bahasa Indonesia.
PERAMPUTAN SOPOQ
WARAN
Waran dalam sastra Indonesia disebut “dongeng”. Dalam
sastra Indonesia
lama, dongeng merupakan bentuk prosa lama yang tertua. Jika kita beranjak dari
penggolongan karya sastra sasak menurut isinya yakni prosa dan puisi maka
kemungkinan besar waran adalah juga bentuk prosa yang tertua.
Dalam sejarah perkembangannya, waran yang sudah
berkembang (dikuasai orang banyak) diceritakan untuk menjadi konsumsi
anak-anak. Para penutur umumnya disebut “tukang
waran”. Ada
pula yang menyebutkan “bujangga atau pujangga”. Dalam sastra lisan Indonesia
ada yang menamakan “Paidang”. Fungsinya waran dilombok adalah sebagai sarana
pendidikan bagi anak-anak karena tukang waran atau bujangga tari biasanya
adalah orang-orang tua atau orang yang telah dewasa.
Waran yang berhubungan dengan pendidikan budi pekerti
banyak dikaitkan dengan hal-hal yang menyangkut adat istiadat, karenanya banyak
mengandung nilai-nilai tradisional. Hal ini sejalan dengan satu sifat masyarakt
yang cukup kuat berpegang terhadap adat-istiadatnya.
Salah satu cara menyampaikan waran yakni dengan
menggunakan gaya
bahasa pelambang (simbolisme) melalui
pelaku-pelaku atau tokoh-tokoh dalam cerita/dongeng tersebut.
Beberapa jenis dongeng (waran) yang bekembang dalam
masyarakat sasak antara lain :
1.
Dongeng
yang berhubungan dengan kejadian alam (Mithe)
Waran tentang hal-hal ini yang
berhubungan dengan kejadian alam ini banyak di kenal masyarakat. Misalnya saja
waran tentang terjadinya “lindur” (gempa bumi).
2.
Waran yang berhubungan dengan kepercayaan
(Legenda)
Dalam masyarakat sasakpun kita jumpai
banyak sekali waran berbentuk legenda. Misalanya legenda tentang “Pertapaan
Menak Jingga Di Puncak Gunung Rinjani, Pertapaan Damarwulan Di Puncak Rinjani
Pula.
3.
Waran yang
berhubungan dengan sejarah (Sage)
Sage merupakan dongeng yang berhubungan
dengan sejarah. Sejarah yang dimaksudkan dalam hal ini adala sejarah yang
pernah berkembang disuatu tempat namun di dalamnya terdapat cerita-cerita
berkembang yang dikait-kaitkan dengan peristiwa yang pernah terjadi dalam
sejarah tersebut.
Didaerah Lombok Selatan, pernah
berkembang sebuah kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Bara Cojot.
Sejarah ini melahirkan satu dongeng tentang sebuah Gili yakni Gili Mas namanya.
RERAMPUTAN KEDUA
DIALEK DALAM BAHASA SASAK
1.
Beberapa
macam dialek bahasa sasak
- Dialek Selaparang, yang banyak terpakai di wilayah Lombok Barat dan Lombok Timur.
- Dialek Pejanggik, yang banyak dipergunakan di Lombok Tengah dan Lombok Timur bagian Selatan.
- Dialek Pujut, yang banyak digunakan di wilayah Lombok Tengah bagian Selatan, serta beberapa tempat di Lombok Timur.
- Dialek Patung Bayan, yang banyak terpakai di wilayah Lombok Barat bagaian Utara dan Lombok Timur bagian Utara juga.
Untuk jelasnya dapat kita perhatikan
beberapa contoh kosa-kata dari masing-masing dialek yang dimaksud seperti
dituangkan dalam tabel berikut :
No
|
Kosa/Kata
|
||||
Selaparang
|
Pejanggik
|
Pujut
|
Petung
Bayan
|
Artinya
|
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
|
Ngeno
Ngene
Tuak/bapa
Arak
Apa
Arak apa
dll.
|
Meno
Meni
Tuak/bapa/bajang
Arak
Apa
Arak apa
dll.
|
Meriku
Meriak
Owak
Arak
Apa
Apa arak
dll.
|
Nono
Nene
Mak
Arak
Apa
Arak apa
dl.
|
Begitu
Begini
Paman
Ada
Apa
Ada apa
dll.
|
Dari
tabel kosa kata yang diketengahkan diatas dapat kita amati kosa kata dari
berbagai yang ada, sesungguhnya terdapat perbedaan yang sangat kecil, dan
rata-rata dapat dipandang sebagai perbedaan dalam pengucapan sehari –hari saja.
Karena itu dari manapun asalnya penutur bahasa sasak itu datang bilamana mereka
berkomunikasi dengan memakai dialeknya sendiri-sendiri, tidak akan kita jumpai
adanya orang sasak yang tidak mengerti pembicaraan orang sasak lainnya yang
disebabkan dialek tersebut.
RERAMPUTAN KETELU
A. SINTAKSI
BAHASA SASAK
Sintaksi yang akan kita bicarakan
dalam bahasa sasak bukanlah hal-hal yang berhubungan dengan pengertian atau
definisi, seperti misalnya “ kalimat … ialah …”, “kata ialah …” atau “ frase
ialah … dan sejenis dengan itu.
1.
Kalimat
Semua orang tahu kalimat itu sebagai
kesatuan bahasa yang terkecil yang tak dapat di pecah lagi.
-
Sampun
tiang nunas (sudah saya makan)
-
Tiang
sampun nunas (saya sudah makan)
-
Nunas
tiang sampun (makan saya sudah)
-
Uwah aku
mangan (sudah saya makan)
-
Aku wah
mangan (saya sudah makan)
-
Mangan aku
wah (makan saya sudah)
-
Saweq aku
m-ngan (sudah saya makan)
-
Aku saweq
m-ngan (saya sudah makan)
-
M-ngan aku
saweq (makan saya sudah)
Menyimak kalimat dari segi struktural
maka kita dihadapkan pada bentuk ekspresi (yang berupa deretan bunyi ”dan“ makna
yang tekandung dalam kalimat itu). Kalimat bahasa sasak, tidak dapat ditinjau
dari segi makna saja tetapi yang tidak kalah pentingnya ekspresi itu.
Lebih-lebih jika kita berpandangan bahwa struktur merupakan hubungan yang relatif
tetap antara unsur pembentuk konstruksi kalimat, maka unsur-unsur yang harus
ada dalam kalimat bahasa sasak adalah :
a.
Pikiran
lengakap yang ada di dalamnya
b.
Susunan
kata yang menjadi bentuk ekspresi
c.
Diam (yang
mendahului kalimat), jeda (ditengah kalimat), berhenti (diakhir kalimat).
d.
Intonasi
dan susunan kata yang menyatakan kelengkapan kalimat.
Jika anda perhatikan contoh kalimat
diatas yang berarti “saya sudah makan” (dalam berbagai dialek) maka yang
terbayang pada anda bahwa yang makan adalah “saya”, bukan “orang lain”.
Ini berarti yang benar adalah :
-
Tiang/sampun
nunas (dialek pejanggik, pujut)
-
Aku/uwang
mangan (dialek selaparang)
-
Aku/saweq
m-ngan (dialek petung bayan)
2.
Kata
Seperti halnya kalimat, kata sebagai
kesatuan bahasa terkecil yang melambangkan satu pengertian, terdiri dari 2
unsur, yakni bentuk kata (yang menjadi lambang pengertian) maka kata
(perngertian yang dilambangkan kata itu).
Bentuk kata, merupakan unsur
pengertian, penetapan lambangnya dilakukan oleh masyarakat pemakai bahasa itu,
orang sasak melambangkan air yang mengelilingi pulau Lombok ini “segara”, orang
Indonesia melambangkannya “laut”, orang Inggris melambangkannya “sea” dan
lain-lain. Padahal segara, laut, sea itu bentuknya sama. Perbedan terjadi hanya
karena penetapan oleh pemakai bahasa itu sendiri.
Lain halnya dengan makna kata sebagai
pengertian-pengertian berhubungan dengan pikiran. Makna kalimat tidak
tergantung dari banyak sedikitnya kata. Bandingkan contoh 1 dan 2 berikut ini:
1.
- Iya nangis
-
Inaq
baruqna uleq
-
Kadang-waris
bueq pesilaqna
-
Papuq gen
lalo ojok mekah taun mudi.
2.
- Araq sepulu lueqna, anuq
-
Eleq julun
rubin, tiang
-
Kamu uwah
bait barang, saq
-
Anta perlu
berajah pacu-pacu, sengaq anta.
3.
Frase
dalam Bahsa Sasak
Frase, disebut pula kelompok
membentuk kalimat, memang dengan sejumlah kata-kata. Tetapi yang secara
langsung menjadikan suatu kalimat bukan kata demi kata melainkan kata dalam
bentuk kelompok. Kita ikuti contoh berikut:
“ loq Srinata gen lalo ojok peken”.
Kalimat ini terdiri dari enam kata
tetapi berbentuk dari dua kelompok kata yakni “lok Srinata” dan “gen lalo ojok
peken”
IC kalimat basa sasak. IC (Immediate Constituent) diterjemahkan
unsur-unsur langsung pembentuk konstruksi. Dalam satu kalimat, IC terdapat
dalam Frase (kelompok kata) dan mungkin pula tidak. Perhatikan contoh kalimat berikut:
![]() |
B. Morfolosi
dalam Basa Sasak
Morfologi yang kita maksud di sini
adalah telah secara struktural terhadap morfem-morfem beserta penyusunannya
dalam rangka pembentukan kata yang banyak terpakai dalam basa sasak.
Dalam uraian ini menyangkut morfem
segmental yang terbagi atas morfem bebas dan morfem terikat yang banyak
terpakai dalam basa sasak.
- Morfem bebas dalam basa sasak
Banyak contoh morfem bebas dalam
penggunaan basa sasak. Kita sebut morfem bebas karena dapat dipakai
berdiri-sendiri dan dapat diucapkan tersendiri walaupun tidak diletakkan dalam
hubungan kalimat.
Misalnya :
a.
Satu suku
kata : Saq, to, leq, jak, yaq, gen, dll.
b.
Dua suku
kata : Bale,
bareng, awis, dll.
c.
Tiga suku
kata : beriuk,
jendela, jejuluk, beruni, dll.
- Morfem terikat dalam basa sasak
Morfem yang tidak berdiri sendiri,
baru mengandung makna setelah diletakkan dalam hubungan kalimat atau dipadukan
dengan morfem lain atau bentuk lain. Morfem ini dapat mendukung kalimat bila
diikat oleh morfem lain. Morfem terikat ada yang terikat secara morfologis dan
ada yang terikat secara sintaksis. Dalam uraian ini dapat dikemukakan karena
keterbatasan waktu adalah morfem terikat secara morfologis dan bila
menghususkan pada afiksasi (imbuhan). Ada
3 jenis afiks yakni :
a.
Prefiks
(awalan)
b.
Infiks
(sisipan)
c.
Sufiks
(akhiran)
A.
Prefiks
(awalan)
Awalan adalah morfem yang terletak
didepan kata yang mengikatnya, misalnya /be-/dalam kata begawe, berterus,
beruni, bedait, bekance, dll.
Dalam basa sasak, terdapat beberapa
prefiks produtif antara lain :
Prefiks
|
Morfem
Terikat
|
/ be - /
|
Begawe,
bekedek, bedait, beruni, berujuk, dll.
|
/ ber - /
|
Beruni,
berobah, berongkos, beradat, dll.
|
/ pe - /
|
Pemaling,
penyopet, perampok, pengenem, dll.
|
/ peng - /
|
Pengkedek,
pengawis, pengore, pengurus, dll.
|
/ me - /
|
Memaling,
menaek, meliwat, menyusah, dll.
|
/ nge - /
|
Ngeraos,
ngengakoq, ngengais, ngelokeq, dll.
|
B.
Infiks
(sisipan)
Beberapa infiks (sisipan) yang
produktif dalam basa sasak, antara lain:
Infiks
|
Morfem
Terikat
|
/ - er - /
|
Geruduh, geruduk,
geramus, gerangtang, dll.
|
/ - el - /
|
Gelompong,
belunjur, belosor, selubung, dll.
|
/ - eg - /
|
Gegitaq,
gegoloq, dll.
|
/ - em - /
|
Pemaling,
pemujiq, pemaliq, gemugut, kemuning, dll.
|
C.
Sufiks
(akhiran)
Beberapa akhiran produktif dalam basa
sasak, antara lain :
Sufiks
|
Morfem
Terikat
|
/ - an /
|
Bunian,
oleqan, piyaan, gitagan, baitan, dll.
|
/ - ang /
|
Gune-ang,
kadu-ang, gulah-ang, kodeq-ang, dll.
|
/ - n /
|
Bleq-n, yaq-n,
jaq-n, naq-n, dll.
|
/ - m /
|
Neg-m, yaq-m,
mele-m, semel-m, dll.
|
/ - na /
|
Anuq-na,
piyaq-na, serio-na, kedu-na, singgaq-na, dll.
|
D.
Simulfiks
(kombinasi awalan dan akhiran)
Banyak morfem terikat yang terbentuk
dari kombinasi antara prefiks dan sufiks atau kombinasi ketiganya. Simulfiks
produktif dalam basa sasak antara lain :
Simulfiks
|
Morfem
Terikat
|
/ be - an /
|
Be-gawe-an,
be-sirik-an, be-jagur-an, be-lajak-an, dll.
|
/ pe – an /
|
Pe-rage-an,
pe-kedek-an, pe-lumbar-an, pe-kedek-an, dll.
|
/ ke - an /
|
Ke-jari-an,
ke-susah-an, ke-bagus-an, ke-kedek-an, dll.
|
/ te – an /
|
Te-talet-an,
te-tangis-an, te-tagih-an, te-tugas-an, temanfaat-an, dll.
|
/ te – an /
|
Anuq-na,
piyaq-na, serio-na, kedu-na, singgaq-na, dll.
|
PERAMPUTAN KEEMPAT
A. Berekeng
(berhitung)
- Angka Satuan
Yang paling banyak dikenal adalah
menebutkan angka-angka satuan seperti :
1 = sekeq (sopoq) (saq)
2 = Dua
3 = telu
4 = empat
5 = lima
|
6 = enem
7 = pituq
8 = baluq
9 = siwaq
10 = sepulu
|
- Angka puluhan dalam bilangan sasak dicirikan dengan sebutan pulu atau dasa hingga kita kenal angka-angka berikut :
10 = sepulu
20 = Duepulu
30 = telungdasa
40 = petangdasa
50 = limangdasa (seket)
|
60 = enemdasa
70 = pituqdasa
80 = baluqdasa
90 = siwaqpulu
100 = satus
|
- Angka belasan dicirikan dengan sebutan “olas” misalnya :
11 = solas
12 = Due-olas
13 = telu-olas
14 = empat-olas
15 = lima-olas
|
16 = nem-olas
17 = pituq-olas
18 = baluq-olas
19 = siwaq-olas
|
- Angka bilangan dua puluhan s/d duapuluh sembilan dengan sebutan likur, misalnya :
21 = selikur
22 = Duelikur
23 = telulikur
24 = empatlikur
25 = limalikur
|
26 = nemlikur
27 = pituqlikur
28 = baluqlikur
29 = siwaqlikur
|
- Angka-angka 30, 40, 50 dan seterusnya sampai dengan 100 bila ditambahkan dengan bilangan satu sampai bilangan sembilang (1 – 9) sebetannya tinggal menambahkan bilangan yang dijumlah tersebut di belakangnya misalnya telung dasa sekeq – telung dasa siwaq (31 – 39).
- Angka ratusan diatas 100 mulai dari 200 dipakai sebutan bilangan khusus, seperti:
200 = satak
300 = telungatus
400 = samas (empat ratus)
500 = limangatus
600 = telungatak (enemratus)
|
700 = pitungatus
800 = baluqratus atau domas
900 = siwaq ratus.
|
- Beberapa bilangan yang memiliki sebutan tersendiri.
-
150
disebut karobelah
-
175
disebut lebak. Jika dijumlahkan dengan siu (1000 + 175) tidak di nyatakan
dengan sebutan siu lebak tetapi harus dengan sebutan siu satus pitungdasa lima (siu satus pituq pulu lima).
-
1000 = siu
(sekeq – iyu atau sopoq iyu)
-
2000 = dua
iyu disebut pula duang tali.
B. Kata Dasar
dan Kata Berimbuhan
1)
Kata Dasar
Seperti dalam kata-kata bahasa Indonesia,
kata-kata basa sasakpun ada yang berbentuk kata dasar dan adapula kata
kejadian. Kata dasar merupakan kata yang dapat digunakan sebagai pembentuk
kalimat tanpa disertai imbuhan.
Contoh :
-
Abot = enggan
-
Birak/biras = tergores
-
Culuk = suka,
grang
-
Bangket = sawah
-
Lendang = lapangan
-
Kokoq = sungai
-
Perabot = peralatan
2)
Kata
Berimbuhan
Dalam pelajaran bahasa Indonesia kata
jadian disebut pula kata berimbuhan. Kata jadian atau kata berimbuhan dibentuk
dari kata dasar dengan beberapa kaidah bentukan, misalnya: dengan afiksasi,
dengan perulangan atau dengan bentuk kata majemuk.
-
Dengan
afikasi : ngantok : kengantokan
Gawe : begawean
-
Dengan
perulangan : kira : kira-kira
Pira : pira-pira
-
Dengan
bentuk majemuk : bina – kira
Solah – lenge (solah – enges)
Kata dasar yang disertai awalan
(prefiks), sistem (infiks), sufiks (akhiran), konfiks (kombinasi dari keduanya)
sudah disinggung dalam pembahasan terdahulu tentang morfologi basa sasak.
C. SAQ dan
SIQ Dalam Basa Sasak
1.
Dalam basa
sasak terdapat satu konstruksi yang terdiri dari unsur saq atau siq. Unsur ini
ditemukan dalam semua dialek yang ada, baik dialek Selaparang, Pejanggik,
Pujut, maupun Petung Bayan. Saq atau siq biasanya diikuti oleh kata-kata atau
frase tertentu.
2.
Fungsi Saq
dan Siq
A.
Saq atau
siq bergungsi sebagai kata depan (preposisi)
Contoh :
-
Dengan siq
petena sino uwah lalo aning Ampenan (orang yang dicarinya itu sudah pergi ke
Ampenan).
-
Pegawean siq
meni seni paling endaq-k kanggoq (pekerjaan semacam inilah yang paling tidak
kusukai).
B.
Berfungsi
sebagai ganti orang, kata ganti penunjuk, kata ganti benda lainnya. Contoh :
-
Siq betangkong abang sino, semeton loq Bolang. (yang berbaju merah itu,
saudaranya si Bolang).
-
Tebolaq siq
ngalaq, anungku! (tutupan yang terbuka itu kepunyaanku).
-
Lamun anta
gen mbeli radio, bagusan maraq anuna Amaq Ihsan siq bideng sino. (Jika
kamu akan membeli radio, lebih baik seperti kepunyaan pak Ihsan yang hitam itu).
C.
Berfungsi
sebagai kata benda.
Contoh :
-
Saq maraq n-ni wah muk-kanggoq (yang seperti inilah yang saya suka).
-
Legang siq
kodeq sino tono! (tinggalkan saja yang kecil itu di sana).
D.
Berfungsi
sebagai kata bilangan
Contoh :
-
Saq sopoq leq sesangkok, saq sopoq leq berugaq (yang satu
diserami, yang satu di balai-balai).
E.
Berfungsi
sebagai penyerta kata kerja.
Contoh :
-
Sesampun
tiang ngantos bagaq ngoneq, beruqna dateng sopoq kanak siq mbuka-ang
tiang lawang/jebak. (setelah cukup lama saya menungu barulah datang seorang
anak membukakan pintu halaman.
F.
Berfungsi
sebagai penyerta kata sifat
Contoh :
-
Lamun da
mbau paoq, pilen siq toaq-toaq adeqna gelis masak teperenduh. (Bila anda
memetik mangga, pilihlah yang tua-tua supaya cepat matang diasapi).
G.
Berfungsi
untuk mempertegas maksud
Contoh :
-
Saq kenaq ntan begawean! (yang benar cara kerjanya)
RERAMPUTAN KELIMA
A. Problema
Basa Sasak
- Penyebaran Basa Sasak
Penyebaran dan standarisasi bahasa
sasak memang tidak ada pada saat sekarang ini. Artinya tidak dilakukan secara
khusus. Bahkan dalam awal uraian tulisan ini dikemukakan bahwa bahasa sasak
diajarkan secara formal disekolah ketika zaman Belanda dan tidak lama pada
zaman Jepang menjadi hilang di sekolah-sekolah sejak hilangnya Ki Hajar
Dewantara dan Muh. Yamin yang menjadi dedengkot pendidikan dan kebudayaan Indonesia.
Peran pengarang atau penulis daerah
Lombokpun hampir-hampir kosong. Kalaupun ada, terbatas pada
penelitian-penelitian budaya sasak yang diproyekkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, sedang yang dipublikasi melalui media masa ataupun buku-buku
khusus bahasa dan sastra sasak memang belum ada. Itu pula sebabnya bahasa sasak
sementara ini tergolong sebagai bahasa yang statis.
Masuknya bahasa Indonesai sebagai
ahasa pungut untuk memperkaya bahasa sasak, bukanlah berarti mengikis
perbedaharaan bahasa sasak, namun justru untuk memperkaya, sepanjang dalam
istilah bahasa sasak tersebut belum ada pada katanya.
Perlu dijelaskan bahwa mengapa suatu
bangsa atau suku bangsa memungut unsur bahasa dari bahasa lain. Dijelaskan oleh
seorang ahli bahasa yakni Hockett bahasa ada 2 penyebab :
1.
Adanya
keperluan untuk memenuhi (need filling
motive)
2.
Adanya
keinginan berlagak prestise (beraksi-aksian = prestige motive)
- Interforensi Basa Sasak
Kalau kita telah sapai pada
keterpengaruhan suatu bahasa oleh bahasa lain. Berarti kita telah measuki
pengertian intorforensi bahasa. Interferensi (Inggris : interference =
pelanggaran atau percampuran) yang dimaksudkan di sini adalah pencampuran
ataupun pelanggaran penggunaan bahasa/kaidah bahasa.
Ada beberapa macam
interferensi dalam bahasa sasak yakni :
1.
Inteferensi
aktif, yakni kebiasaan – kebiasaan yang ada pada bahasa daerah terpindahkan
kedalam bahasa Indonesia.
Misalnya dalam kalimat :
-
Maeh saya minta sedikit cat-cairnya. Saya lupa membawa!
-
Bagaimana
mungkin saya gaweq, orang saya sedang repot!
-
Lasingan kamu tidak mau sabar, Pantesan jadi runyam semua!
2.
Interferensi
pasif, yakni tidak digunakan bentuk/pola bahasa Indonesia karena bentuk/pola
itu tidak terdapat di dalam bahasa daerah.
Contoh :
-
Jangan ngomong
besar kalau belum ada buktinya!
(Dendeq sombong, lamun ndeq man araq bukti).
-
Nanti
sudah, saya masih bekerja!
(Laun uwah, aku masih begawean) seharusnya bukan nanti
sudah tetapi nanti saja).
3.
Interferensi
variasional ; yakni masuknya beberapa variasi bahasa daerah (sasak) ke dalam
bahasa Indonesia bila penutur bahasa sasak itu memakai bahasa Indonesia. Misalnya :
-
Dalam tata
ucapan : - Pengantin – penganten (penganten)
-
Akan –
mau/hendak (mele/kayun)
-
Samakan –
samaken (padeang)
-
Kedudukan
– kedudu’an (keduduqan)
-
Bentuk
kata : - Prakarsa – inisiatif
(Inisiatif)
-
Allah
Ta’ala – Allah Taqala
-
Zikir –
jikir (sikir)
-
Rumah
teman – rumahnya teman.
-
Kata
kalimat : - A : Mengapa kamu biarkan rusak?
B :
Biarin! (adeqan iye!)
4.
Alih kode
(penggantian kode)
Istilah alih kode dalam ilmu bahasa
adalah perubahan tutur dari satu bahasa ke bahasa lain (Indonesia – Daerah atau Daerah – Indonesia
atau juga Daerah – Daerah).
Contoh :
-
Leman oneq
sida tantih (te-antih) isiq amaq kaka, laguq mungkin parana side ndeq gen dateng. Pulanglah dia!
Kayaknya dia tidak akan datang lagi. Kalau memang terlalu perlu biar tiang saja
yang jemput?
-
Oh ya! Aoq
aneh, tutut-ang ite semendaq, perlu sekali masalah yang akan dibicarakan!
-
Ng-geh!
Mangkin niki beterus tiang gen lekaq!
2 komentar:
salam, saya ingin minta bantuan..bagaimana ingin menyatakan : dia hamil dua bulan , dalam bahasa sasak? terimakasih
Nie betian due bulan
Posting Komentar